Pemda DKI Yth,
Saya salah satu warga DKI jakarta yang tinggal di strata title di Jakarta Timur.
Beberapa hari lalu saya menerima SPT PBB 2014 NOP 31.72.030.002.[No Telp dirahasiakan].0.
Sungguh tercengang saya karena jumlah pajak terhutang saya menjadi 6 (enam) kali lipat dibanding kewajiban pajak tahun lalu.
Setelah saya lihat dengan seksama dan bandingkan dengan SPT tahun ebelumnya, perbedaan terbesar adalah pada NJOP yang mengalami kenaikan yang sangat dramatis yaitu 200% dari tahun lalu. Perbedaan yang kedua adalah pada tax rate, dimana tahun lalu adalah 0,1% sementara tahun ini menjadi 0,3%.
Terkait hal tersebut saya ingin mengajukan pertanyaan :
1. Untuk NJOP apakah kenaikan memang sebegitu tingginya. mengingat dari sisi harga dipasaran (apabila unit tersebut saya jual) masih jauh lebih rendah dari taksiran NJOP dimaksud. Apa dasar yang digunakan sehingga ditaksir pada harga tersebut. Apabila alasannya adalah krn harga index unit strata title meningkat, maka perlu dipertimbangkan bahwa kenaikan harga stata title yang sudah cukup lama dibangun (saya sudah menempati 6 tahun) akan lebih rendah dari increment kenaikan strata title bangunan baru.
2. Terkait dengan tax rate, saya lihat di bagian belakang SPT disitu disebut untuk nilai obyek pajak yang lebih rendah dari Rp 2.000.000.000 (dua miliar) maka tax ratenya adalah 0,1%. Pertanyaan saya, mengapa untuk unit saya yang nilai obyek pajaknya nyata2 kurang dari1 miliar dikenakan tax rate 0,3 persen.
Di mana hal tersebut diatur, mengingat kalau kita lihat Perda nomor 16 tahun 2011 Bab IV pasal 6 disitu ditentukan tax rate berdasarkan nilai NJOP.
Apabila alasannya adalah karena "strata title" maka menurut hemat saya hal tersebut menjadi tidak meng-encourage masyarakat untuk tinggal di strata title dan akan memilih di perkampungan yang sudah barang tentu akan lebih sulit dikelola.
Pertanyaan lebih lanjut apakah ada perubahan atas Perda dimaksud?
3. Terkait hal tersebut di atas, mengapa hal-hal tersebut, kenaikan NJOP yang begitu tingginya dan kenaikan tax rate yang tinggi kurang disosialisasikan dengan baik agar warga masyarakat lebih memahami kebijakan, konsekuensi terhadap kebijakan, dan siap untuk menghadapi konsekuensi dimaksud.
Demikian kami sampaikan, kiranya dinas berwenang dapat membantu memberikan jawakan atas pertanyaan kami.