Detail Aspirasi

15 Nov 2013

Pengaduan Masyarakat Mengenai Pengguna KJS

Pasien KJS Harus Rda, Untuk Dapat Nomor Urut di RSUD Budhi Asih
Jakarta – Hidayat, pria berusia 44 tahun yg lahir di Jakarta, 10 Januari 1969, mengidap penyakit Obschest Pain (Penyumbatan Pembuluh Jantung). Pemilik KJS dengan nomor registrasi 31.0000.2882.52 ini sudah dua (2) hari ini harus rela bolak-balik tanpa hasil ke RSUD Budi Asih – Jakarta Timur, sejak tanggal 12 dan 13 November 2013, untuk menjalani pemeriksaan rawat jalan di Poli Jantung.
Sejak dua hari tersebut, Hidayat, yg sehari-hari berprofesi sebagai buruh ketrik marmer tersebut tidak mendapat nomor urut pasien rawat jalan karena adanya pembatasan pasien di Poli Jantung. Menurutnya, setiap hari cuma 30 orang pasien yg dapat dilayani oleh rumah sakit.
Hidayat, mendapat rujukan dari Puskesmas Kecamatan Tebet – Jakarta Selatan untuk melanjutkan pemeriksaan rawat jalan di Budi Asih. Sebelumnya pada tahun 2012, Hidayat juga menjalani pemeriksaan serupa di RS Jantung Harapan Kita.
“Sudah dua hari, saya bolak-balik ke Budi Asih tanpa hasil. Dulu waktu program Gakin/Jamkesda, sepertinya lancar-lancar saja saya berobat. Antrian pasien gak separah ini, saya daftar jam 9 pagi aja masih dapat dilayani, sekarang rumah sakit mirip pasar malam. Kalau begini terus kondisinya, saya gak sembuh-sembuh malah bisa tambah parah penyakit saya,” ujar Hidayat, dengan nada setengah kesal, ketika saya temui di rumahnya, Rabu (13/11/13), di Jl Keselamatan RT 011 RW 003 No 2, Manggarai Selatan – Tebet, Jakarta Selatan.
Hidayat, mungkin satu dari sekian banyaknya kisah tragis yg pernah dialami pasien pengguna KJS di rumah sakit. Untuk mengakses pelayanan, mereka harus rela antri, bahkan ada yg menginap di rumah sakit demi mendapatkan nomor antrian. Kondisi ini tentunya sangat bertolak belakang dengan klaim Jokowi yg menyatakan KJS akan jauh lebih baik dari Jaminan Kesehatan sebelumnya.
Apa kemudian, Tuan Hidayat beserta keluarganya harus menginap setiap hari di RSUD Budhi Asih untuk mendapat nomor urut pasien rawat jalan? Kondisi ini tentunya tidak boleh dbiarkan berlarut-larut oleh Jokowi, apa Jokowi tidak malu lihat amburadulnya dan carut marut pelaksanaan program unggulan Pemprov DKI Jakarta tersebut?
Meninjau dari niat baik dan system yang ditawarkan Jokowi dengan program KJS nya, memang sekilas terlihat begitu bagus & merakyat. Tapi semua itu menjadi sia-sia dan menimbulkan masalah-masalah baru yang justru menyulitkan rakyat, karena tidak sesuai dengan jumlah fasilitas kesehatan yang tidak sebanding dengan jumlah warga DKI yang berkisar 9 jutaan jiwa itu. Peningkatan pasien 100% lebih, dari sebelum dikeluarkannya KJS, jelas membuat Rumah Sakit kelabakan, mengingat selama ini mereka bekerja dengan santai dan hanya melayani kalangan menengah keatas, tiba-tiba harus berurusan dengan banyaknya pasien dari kalangan miskin dan melarat, dan yang pasti penampilan mereka terlihat kumal, lusuh dan kumuh, tapi mereka mendapat fasilitas istimewa dari Gubernurnya dengan kartu sakti KJS nya yang mana dengan kartu itu, biaya kesehatannya dijamin oleh pemda.
Sebagai seorang Jokowi yang telah pernah menerapkan system yang sama waktu menjabat walikota di Solo dulu, sudah seharusnya Jokowi bisa memprediksikan kejadian ini & menyiapkan Infrastrukturnya terlebih dahulu, mulai dari penambahan jumlah puskesmas, Rumah Sakit, fasilitas & tenaga medisnya dalam beberapa tahun. Agar kasus pasien yang meninggal karena ditolak Rumah Sakit yang penuh tidak terjadi.
Untuk itu, saya berharap kepada Bapak/Ibu/Sdr/I para pemangku kebijakan dapat mengakomodir kebutuhan pasien tersebut serta mencarikan win-win solusi atas permasalahan yang menimpa Tuan Hidayat dalam mengobati penyakitnya, karena nasib dan kesembuhan Tuan Hidayat berada di tangan kita semua. Bapak/Ibu/Sdr/I dapat langsung menghubungi yg bersangkutan di nomor [No Telp dirahasiakan].
Salam Hangat dan Jebat Erat Selalu
Rio Ayudhia Putra
 
Sekwil DPW SPRI DKI JAKARTA

Sang Pencerah