Detail Aspirasi

29 Jan 2016

Bela Siswinya Yang Dilecehkan, Guru Di DKI Jakarta Ini Malah Dipecat

[JAKARTA] Siti Marwati (46), guru Sekolah Menengah Pertama (SMP) Kebudayaan di Jalan Tanah Tinggi, Semanan, Kalideres, Jakarta Barat terus menuntut dan mencari keadilan atas tindakan sewenang-wenang Kepala Sekolah SMP KebudayaaN, Kamarudin  yang memecat dirinya  pada  2 November 2015 lalu. Siti dipecat tanpa alasan dan kesalahan yang jelas.

Pada Rabu (27/1) kemarin, Siti kembali dipanggil oleh pihak Kepolisian Sektor Kalideres, Jakarta  untuk melengkapi berita acara perkara (BAP) yang pernah dilaporkannya pada 2 Desember 2015 terkait pemecatan sepihak oleh kepala sekolahnya.

Menurut informasi yang dia peroleh di kantor kepolisian, beberapa guru dan kepala sekolah juga sudah dimintai keterangannya.

Dengan mata berkaca-kaca dan suara lirih, kepada SP Kamis (28/1) sore, Wati begitu panggilan kecilnya menuturkan, pemecatan terhadap dirinnya oleh kepala sekolah merupakan tindakan sewenang-wenang.

Dia dipecat tanpa alasan kesalahan yang jelas, dan hal ini tentu saja bertentangan dengan peraturan Yayasan Pendidikan Islam Daarul Huda yang menangungi sekolah tersebut

“Surat pemecatannya pun tidak langsung diberikan kepala sekolah  kepadanya, tapi dititipkan melalui rekan guru yang juga bendahara yayasan yakni Ibu Iis. Sebelumnya dia tidak mengetahui apa isi surat tersebut, tetapi begitu membuka dan membaca surat yang diberikan, dirinya seperti tersambar petir di siang bolong, karena tidak tahu apa kesalahannya sehingga mendapat surat pemecatan. Untuk itu dirinya tidak akan tinggal diam, dan akan terus mencari dan menuntut atas perlakuan tidak adil terhadap dirinya,"  kata Wati yang sudah mengabdi selama 15 tahun di sekolah tersebut dengan nada lirih.

Sejak surat pemecatan diterima, dia juga telah mencoba mengklarifikasi kepada pihak yayasan. Namun pihak yayasan membantah surat  pemecatan tersebut.

Berdasarkan keterangan itu, Wati tetap masuk dan mengajar seperti biasa, kebetulan waktu itu menjelang ujian akhir semester (UAS). 

"Namun tanggal 7 November saya kembali mendapat surat pengukuhan pemecatan dengan alasan telah mencemarkan nama baik sekolah dan telah mengadu kepada KPAI terkait pelecehan seksual yang menimpa salah satu siswi SMP itu ke KPAI, serta telah melakukan teguran tertulis yang di belakangnya juga ada tandatangan sebagian kecil guru dari 20-an guru dan staf yang ada," katanya.
Namun dengan tegas hal itu dibantah Wati. Dikatakan, dirinya tidak pernah menerima surat peringatan, baik secara lisan maupun tertulis, apalagi mencemarkan nama baik sekolah.

Menurutnya, dia malah menyelamatkan sekolah ini dan siswi-siswinya dari oknum guru feodofil yang sudah dipecat terlebih dahulu sebelum dirinya. 

Beri Pendampingan

Lebih jauh Wati menuturkan, memang dia pernah memberi pendampingan terhadap siswinya, AA yang mendapat perlakuan tidak senonoh dari oknum guru MS, yang juga teman mengajarnya di sekolah tersebut, ke Polres Jakarta Selatan sesuai tempat kejadian perkara.

Dia juga mendampingi ke Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan direspons dengan baik, namun hingga sekarang kasusnya tidak ditindaklanjuti, karena kurang bukti.  Dia menduga pemecatan dirinya akibat hal tersebut.

Tetapi Wati dengan tegas membantah, bukan dia yang melaporkan kasus pelecehan tersebut ke Polres Jakarta Selatan dan KPAI, tapi orangtua AA.

Dirinya hanya mendampingi yang merasa prihatin terhadap sisiwinya yang mendapat perlakuan tidak senonoh dari oknum guru yang notabene sebagai pendidik yang harusnya bisa memberi contoh yang baik dan bisa  menjadi panutan, namun berlaku sebaliknya.

Disebutkan, pemecatan sepihak dan semena-mena kepala sekolah terhadap dirinya  cacat hukum. Karena menurutnya yang berhak memberhentikan guru adalah pihak yayasan sesuai AD/ART Yayasan.

Kedua, alasan pemecatan yang dikemukakan dinilainya penuh rekayasa, karena Wati tidak pernah diberi  peringatan baik secara lisan maupun tertulis, dan dia tidak pernah diajak bicara oleh kepala sekolah.

Ketiga, katanya, pemecatan dirinya disetujui oleh dewan guru, padahal guru yang saya tanya tidak pernah melakukan rapat sama sekali soal pemecatan dirinya.

Karena itusebelum melaporkan kasus ini ke Polsek Kalideres, dia juga sudah melaporkan masalah yang menimpanya ini mulai dari Kasi Kecamatan hingga Sudin Jakarta Barat, namun  tidak ada respons.

"Baru di LBH saya mendapat tanggapan  positif bahwa apa yang dilakukan oleh kepala sekolah itu menyalahi prosedur, hingga  saya melaporkan kepala sekolah SMP Kebudayaan ke Polsek Kalideres, dan sekarang prosesnya sedang berjalan,” ujar Wati.

Sementara itu, Kepala Sekolah SMP Kebudayaan, Kamarudin  yang dikonfirmasi melalui telepon Rabu  malam  mengatakan, setiap melakukan pemecatan pasti ada alasan dan kesalahan yang diperbuat. 

“Dia mengakui memang dirinya yang menandatangani surat pemecatan tersebut. Tapi menurutnya itu atas perintah yayasan yang merupakan atasannya,” ujarnya.

Dikatakan, Siti Marwati dinilainya telah lancang dan keluar jalur.

“Seharusnya jika ada permasalahan di sekolah, dia mendiskusikan dahulu dengan pihak sekolah, dan jangan langsung ke pihak luar,” katanya sambil menutup telepon karena sedang dalam perjalanan pulang ke rumah. 

Suara Pembaruan

Respon SKPD Terkait

terima kasih atas informasi yang disampaikan,,,

Dinas Pendidikan DKI Jakarta (08 Feb 2017)