Detail Aspirasi

15 Mar 2016

Sopir Angkot Akui Penumpang Berkurang karena Ojek Online

Hampir sebagian besar supir angkutan umum perkotaan yang biasa mangkal di Terminal Bus Tanjung Priok, Jakarta Utara merasakan dampak pengurangan pendapatan dan penumpang karena keberadaan ojek motor dan mobil online.

Akibatnya pengemudi minibus dan bus umum sampai harus tidak memakai jasa kenek. Bahkan ada yang mengandangkan mobilnya karena tidak memenuhi target setoran yang ditetapkan oleh pemilik mobil.

Salah satunya yakni Kirman (50) pengemudi Mikrolet M15 dengan nomor polisi B 1689 TV Jurusan Tanjung Priok-Kota. Dia mengaku kini hanya bisa membawa pulang uang sebesar Rp 50 ribu sampai Rp 80 ribu setiap hari.

"Penumpang berkurang hampir 60 persen karena digerus ojek online dan kereta rel listrik jurusan yang sama. Kami hanya bisa pasrah yang penting masih bisa bayar setoran ke pemilik mobil dan bawa uang ke rumah untuk makan anak dan istri," ujar Kirman, Senin (14/3) saat menunggu penumpang di Terminal Bus Tanjung Priok.

Menurutnya, ‎selain jumlah penumpang yang turun drastis, ia juga masih harus menanggung uang bensin dan risiko ditilang oleh petugas Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta. Dirinya berisiko besar ditilang apabila mengetem terlalu lama di jalan.

"Kalau lagi sial kena tilang harus bayar Rp [No Telp dirahasiakan] ribu untuk bayar tilang, ya enggak bawa apa-apa ke rumah, semua habis untuk bayar setoran ke pemilik mobil," tambah warga asli Cirebon itu.

Hal serupa diungkapkan ‎Fauzi Manurung (43), pengendara Metromini U24 Jurusan Tanjung Priok-Terminal Senen dengan nomor polisi B-7542-AV. Dia mengaku terpaksa menombok setoran ke pemilik mobil sebanyak Rp 200 ribu.

"Penumpang sudah sepi sekali Bang. Benar-benar hancur kita dibuat Gojek dan Grabcar ini‎. Biasanya sekali rit bisa dapet Rp 50-Rp 100 ribu, sekarang dapat Rp 50 ribu saja susahnya minta ampun," kata Fauzi.

Ia menjelaskan banyak penumpang langganannya yang berpindah ke layanan transportasionline karena merasa lebih cepat dan lebih murah dibandingkan menggunakan jasa transportasi Metromini.

"Apalagi mereka mendengar Metromini akan dihapus trayeknya, jadi semakin jelek image kita di hadapan penumpang. Sedangkan‎ mereka yang menggunakan aplikasi transportasi online tidak harus bayar pajak ke pemerintah dan bisa mengambil keuntungan sebesar-besarnya," lanjutnya.

Senada dengan pengendara umum lainnya, ‎Suratman (47)‎, pengendara bus Mayasari Bakti P14 jurusan Tanjung Priok-Tanah Abang dengan nomor polisi B 7088 IV, mengaku jumlah penumpang tinggal tersisa 30 persen saja. Sementara 70 persen sisa penumpang lainnya sudah lari ke Bus Transjakarta dan layanan transportasi online seperti Go-jek.

"Logikanya kalau kami harus tanding lawan transportasi online jelas kami enggak mampu. Mau kami menjalani rit sampai 10 kali juga kalau penumpangnya kosong ya sama saja rugi besar, sedangkan bus jalan kita harus isi solarnya," kata Suratman.

Apalagi untuk bu besar seperti Mayasari Bakti, ongkos pengeluarannya bisa mencapai Rp 2 juta per hari, dengan rincian Rp 1,2 juta untuk setoran ke kasir Mayasari Bakti, Rp 500 ribu untuk pengeluaran solar, dan Rp 300 ribu untuk membayar jasa kenek dan kebutuhan konsumsi selama menjalani trayek.

"Istilahnya dengan kehadiran transportasi online ini kita sudah mpot-mpotan dan tinggal menunggu ambruk saja. Kalau mau fair pemilik transportasi online harus mendaftarkan perusahaannya yang berbadan hukum dan dikenai pajak seperti kami," tambahnya.

Bahkan, dirinya harus menombok hingga Rp 350 ribu untuk membayar setoran ke kasir Mayasari Bakti dan membayar upah kenek. Pihak perusahaan tidak memberikan gaji dan supir harus bergantung pada pendapatan dari pengoperasian trayek.

"Apalagi kalau di Tanah Abang itu petugas Dishubnya sangat ketat, jarang kami dapat isi penuh bus, baru berhenti sebentar untuk menurunkan dan menaikkan penumpang sudah kena tilang oleh petugas," ungkap Suratman.

Sementara itu, salah satu penumpang, Guntur (22) warga Kelurahan Kebon Bawang, mengaku dirinya fleksibel memilih jasa transportasi umum. Ada kalanya ia menggunakan transportasi umum layaknya Metro Mini, KWK, ataupun Kopaja, namun adakalanya ia menggunakan transportasi online seperti Gojek atau Grabbike.

"Sesuai ‎kebutuhan saja. Kalau sedang buru-buru dikejar waktu ya pakai ojek online, tapi kalauenggak terlalu ditenggat waktu ya memakai transportasi umum seperti Metromini ataupun bus TransJakarta," ucapnya.

Menurut hasil pengamatan di lokasi, kawasan Terminal Tanjung Priok tampak beroperasi normal seperti biasa. Tidak tampak tanda-tanda aksi mogok ataupun sweeping yang dilakukan para pengemudi transportasi umum tersebut.

Para penumpang juga ‎masih menggunakan jasa transportasi umum dengan menunggu di terminal bus sampai kendaraan yang hendak ia tumpangi berangkat sembari menunggu penumpang di dalam kendaraan tersebut penuh. 

beritasatu.com