Detail Aspirasi

19 Apr 2016

Evaluasi Uji Coba Penghapusan “3 in 1” Kurang Akurat

JAKARTA – Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan uji coba penghapusan “3 in 1” harus diperpanjang, karena baru mengukur pertambahan volume kendaraan.

“Memang harus diperpanjang. Karena kemarin, mereka cuma mengukur pertambahan volume. Harusnya cara mengukurnya bukan penambahan atau pengurangan volume kendaraan, tapi seberapa peningkatan atau pengurangan kecepatan, sesuai yang disampaikan ibu Ellen Tangkudung (Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta) yang dari UI,” ujar Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), DI Balai Kota, Jakarta Pusat, Jum’at (15/4).

Menurutnya, pengukuran kecepatan kendaraan itu bisa dibandingkan antara kendaraan yang ada di daerah menuju Jakarta dengan kendaraan yang melaju di dalam perkotaan. Dengan perbandingan itu, ungkapnya, maka akan diketahui apakah penghapusan 3 in 1 ini efektif atau tidak. “Misalnya, daerah sekitar bisa cepat berapa. Kamu biasa ke kantor, sekarang jalan protokol penuh, Jalan sebelahnya kosong. Sekarang mereka belum coba-coba kan, harusnya mereka pakai waze. Kalau dia pakai waze, dia bisa ikutin dia ke kantornya bisa lebih cepet nggak atau sama saja,” ungkapnya.

Ahok mengatakan, setiap pengendara yang melewati jalur 3 in 1, dipastikan akan terjebak kemacetan meski kebijakan 3 in 1 itu diberlakukan. Namun, katanya, dengan adanya kebijakan itu masalah baru pun muncul, yakni munculnya joki-joki 3 in 1. Maka, lanjut Ahok, meski penerapan jalan berbayar (electronic road pricing (ERP) masih lama, dia ingin menghapus 3 in 1 agar joki-joki itu bisa hilang dengan sendirinya. 

Kurang Akurat

Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta, Andri Yansyah mengatakan, agar ujicoba penghapusan 3 in 1 itu mendapat hasil yang lebih akurat, maka Pemprov DKI akan memperpanjang ujicoba penghapusan hingga sebulan ke depan atau sampai tanggal 14 Mei 2016. 

“Hasil diskusi saya putuskan, uji coba ini akan dilanjutkan sampai empat minggu ke depan. Masa uji coba penghapusan 3 in 1 pada 5 April hingga 13 April lalu belum bisa menjadi tolak ukur dalam menentukan efektif tidaknya penghapusan 3 in di beberapa ruas jalan di Jakarta” kata dia.

Menurutnya, pola transportasi di Jakarta seperti air mengalir, dimana para pengendara akan mencari jalan kosong ketika jalan yang dilaluinya terjebak kemacetan. Dalam ujicoba penghapusan 3 in 1 dalam dua pekan ini, kata Andri, euforia masyarakat cukup tinggi sehingga beramai-ramai memasuki jalur tersebut. Akibatnya, kemacetan pun tak bisa dihindari padahal jalur alternatif lainnya masih kosong.

Untuk mendukung data yang dibutuhkan, Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta melakukan jajak pendapat secara online mengenai perlu atau tidaknya keberlanjutan penerapan 3 in 1. Hasilnya, jajak pendapat tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar warga menginginkan agar kebijakan 3 in 1 ini dihapus.

Data Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta menyebutkan, dari 4.156 responden yang mengikuti jajak pendapat itu, sebanyak 71,9 persen di antaranya menyatakan kebijakan 3 in 1 tidak perlu dilanjutkan. Sebaliknya, sebanyak 21,9 responden menilai peraturan ini masih perlu dilanjutkan.

Dikatakan Andri, meski adanya ujicoba penghapusan 3 in 1, tren pengguna angkutan umum mengalami peningkatan. Angkanya relatif tinggi, hingga mencapai 5%. Di sisi lain, katanya, masalah-masalah sosial yang selama ini muncul akibat penerapan 3 in 1, sepertj eksploitasi anak-anak di bawah umur pun menghilang.

Diketahui, kebijKan 3 in 1 ini merupakan peraturan yang dikeluarkan Pemprov DKI yang melarang kendaraan pribadi roda empat berpenumpang kurang dari tiga orang untuk melintas di jalan-jalan tertentu di Jakarta. Peraturan itu berlaku di Jalan Sudirman, MH Thmarin, dan Gatot Subroto setiap hari Senin-Jumat pada pukul 07.00-10.00 dan pukul 16.30-19.00. pin/ant/P-5

koran jakarta.com