Detail Aspirasi
PKL dan Parkir Liar Masih Mengepung Kota Tua
Di tengah gencarnya penggusuran Pasar Ikan untuk revitalisasi kawasan bersejarah dan wisata bahari, penataan di Kota Tua berjalan terseok-seok.
Sejumlah masalah masih mendera Kota Tua, yaitu revitalisasi gedung tua, parkir liar, dan maraknya pedagang kaki lima.
Sesuai aturan, pedagang kaki lima (PKL) dilarang masuk ke area plaza Museum Sejarah Jakarta.
Area itu hanya diperbolehkan untuk pejalan kaki, seniman jalanan, dan orang yang menyewakan sepeda.
Pada siang hari, plaza terlihat steril karena banyak petugas Satuan Polisi Pamong Praja yang berjaga. Namun, begitu beranjak malam, PKL mulai masuk ke dalam plaza.
Mereka menjajakan berbagai macam dagangan, seperti aksesori perempuan, pernak-pernik ponsel, boneka, kacamata, tas, sepatu, dan jasa tato temporer.
Saat malam, kawasan Kota Tua yang merupakan kawasan wisata sejarah berubah bak pasar malam. Keramaian bertambah pada akhir pekan.
Sejak tahun 2015, Pemprov DKI mewacanakan relokasi PKL ke kawasan Jalan Cengkeh yang berada di utara Museum Sejarah Jakarta.
Lokasi seluas 2 hektar itu diubah menjadi lahan parkir dan tempat khusus bagi PKL. Kini, baru area parkir yang ada di Jalan Cengkeh.
Johan Fahrudin, Koordinator Parkir Jalan Cengkeh dari UPT Perparkiran, mengatakan, peminat parkir di kawasan tersebut masih sedikit.
Sehari-hari, hanya bus pariwisata dan mobil dari pemilik ruko di sekitar Jalan Cengkeh yang parkir di lahan itu.
Ia pun tidak bisa memaksa kendaraan harus parkir di Jalan Cengkeh karena lokasi parkir di sekitar Kali Besar dan lorong-lorong di sekitar Kota Tua masih resmi dan diatur dalam peraturan daerah.
"Orang masih terbiasa parkir di dekat obyek wisata. Kami sudah pelan-pelan menyosialisasikan aturan itu, tetapi tidak bisa memaksa," tutur Johan, Senin (11/4).
Di lokasi parkir itu pun belum terlihat fasilitas pendukung untuk relokasi PKL, seperti lapak, payung, dan meja-kursi. Hanya ada sedikit PKL yang menggelar dagangan.
Mereka pun bukan pedagang yang dulu berjualan di Museum Sejarah Jakarta. Para PKL di Kota Tua pun masih betah bertahan di lorong Virgin dan Jalan Kali Besar Timur.
Sebagian bahkan menggelar dagangan di pinggiran plaza Museum Sejarah Jakarta.
Pengunjung Kota Tua juga lebih senang memarkir kendaraan di lorong-lorong yang berdekatan dengan Museum Sejarah Jakarta.
Di lokasi ini, juru parkir resmi yang berseragam juga masih terlihat. Tak jarang juru parkir itu menaikkan tarif semaunya sendiri.
Di karcis yang diserahkan kepada pengunjung tertera tarif parkir resmi Rp 2.000. Namun, juru parkir kerap menarik tarif Rp 4.000-Rp 5.000.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, PKL tetap akan disterilkan dari kawasan Kota Tua Jakarta.
Ia berharap nantinya para pengunjung bangunan cagar budaya itu bisa berjalan nyaman tanpa diganggu PKL.
Ia pun meminta Dinas Koperasi, Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah untuk segera menata PKL dan merelokasi ke Jalan Cengkeh.
"Pembiaran PKL di Jakarta Barat ini masih banyak. Padahal, apa yang susah, duit ada, kuasa ada. Yang penting niatnya saja," ujar Basuki saat membuka kegiatan Murenbang Kota Jakarta Barat, pekan lalu.
Menurut Ahok, dinas koperasi dan UMKM harus bisa membalikkan pikiran PKL yang selama ini mendekati sumber kerumunan orang untuk mencari uang.
Jika terus dibiarkan mengokupasi area Kota Tua, lama-lama pengunjung akan jengah dan enggan datang ke Kota Tua.
Dinkop tidak boleh mematikan PKL, tetapi diharapkan menata mereka di tempat yang tepat. (DEA)
kompas.com
- 14-Dec-2017
Kartu Keluarga Belum Selesai Pembuatannya
- 28-Nov-2017
Perekaman E-KTP di Kec. Pulo Gadung
- 27-Nov-2017
E-ktp Sudah Lebih 2 Tahun Belum Selesai
- 27-Nov-2017
Rekam E-ktp Sejak 2 Tahun Belum Selesai
- 24-Nov-2017
E-ktp Belum Jadi Sejak September 2016
- 24-Nov-2017
E-ktp Belum Jadi Selama Bertahun-tahun