Detail Aspirasi

03 Nov 2015

DKI Jakarta Deflasi 0,05 Persen

BPS DKI Jakarta mencatat sepanjang Oktober, DKI Jakarta mengalami deflasi sebesar 0,05 persen. Porsi terbesar dalam penyumbang deflasi ini, yakni turunnya harga bahan makanan.

JAKARTA – Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) DKI Jakarta terdapat tiga kelompok pengeluaran yang mengalami penurunan indeks (deflasi) yaitu kelompok bahan makanan senilai 1,16 persen, kelompok transport, komunikasi dan jasa keuangan 0,04 persen dan kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga 0,01 persen. Penurunan harga bahan makanan dan bahan bakar minyak (BBM) menjadi penyumbang deflasi sepanjang Oktober 2015.

"Dengan adanya deflasi menunjukkan perbaikan dalam bidang perdagangan, khususnya harga-harga barang. Deflasi juga mendorong daya beli menguat sedikit, karena harga-harga semakin murah,” kata Kepala BPS DKI Jakarta, Nyoto Widodo, di Kantor BPS DKI, Salemba, Jakarta Pusat, Senin (2/11).

Secara terperinci Nyoto memaparkan, komoditi dari kelompok bahan makanan yang menyumbangkan deflasi cukup besar diantaranya cabai merah (0,1172 persen), daging ayam ras (0,0282 persen), cabai rawit (0,0273 persen), udang basah (0,0202 persen), tarif listrik (0,0200 persen).

"Kalau bahan makanan, sama dengan nasional karena di beberapa daerah sudah panen, walaupun ada El Nino, tetapi panen tetap ada. Lalu ada penurunan harga bensin. Barangkali ini pengaruh kepada deflasi,” papar Nyoto.

Selain itu, ia berharap dengan terjadinya deflasi saat ini, daya beli masyarakat akan semakin membaik. Sehingga, lanjut Nyoto, mampu meningkatkan perbaikan kinerja perekonomian di Jakarta. "Kalau seperti itu, nantinya masyarakat tidak akan ragu lagi membeli barang-barang yang menjadi kebutuhan hidup," lanjutnya.

Adanya anggapan deflasi juga disebabkan mulai tingginya penyerapan anggaran pemerintah, menurutnya, masih perlu penelitian lebih lanjut. Sebab, hingga Oktober 2015, penyerapan anggaran baik dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasiona (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) masih rendah.

“Apakah karena pengaruh daya serap anggaran pemerintah, masih perlu penelitian. Kira-kira ada enggak peningkatan daya serap. Kalau saya lihat pada bulan Oktober ini, daya serap pemerintah masih rendah, baik APBN maupun APBD-nya. Barangkali ini perlu ditingkatkan,” tuturnya.

 

Kenaikan Harga

selain tiga kelompok pengeluaran mengalami deflasi,Kepala Bidang Statistik Distribusi BPS DKI Jakarta, Dody Rudyanto menambahkan, empat kelompok pengeluaran lainnya mengalami kenaikan indeks atau inflasi. Seperti, terangnya, kelompok sandang mencapai angka 0,75 persen, kelompok kesehatan 0,47 persen, kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau 0,37 persen, serta kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar 0,02 persen. 

Dengan demikian, Dody menuturkan kondisi ini menempatkan DKI Jakarta pada urutan 35 dari 44 kota yang mengalami deflasi. Pada bulan Oktober 2015, dari 82 kota yang diteliti, 38 kota diantaranya mengalami inflasi dan 44 mengalami deflasi.

"Kota tertinggi yang mengalami inflasi adalah Manado sebesar 1,49 persen dan inflasi terendah kota Yogyakarta 0,01 persen. Dan kota yang mengalami deflasi tertinggi adalah Tanjung Pandan 1,95 persen dan yang terendah adalah Padang Sidempuan 0,01 persen," tuturnya.

Koran Jakarta