Aspirasi dalam Kanal Media News Online

  • (Berita Online-1506) Aksi Nekat PKL Monas
  • JAKARTA, KOMPAS.com — Pedagang kaki lima (PKL) di Monumen Nasional (Monas) terus berulah. Setelah tidak diperbolehkan berdagang di dalam kawasan Monas, para pedagang pun nekat memanjat pagar setinggi 2,5 meter tersebut.

    Aksi nekat itu dilakukan tepat di pintu masuk Monas yang berhadapan dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jumat (12/6/2015). 

    Awalnya mereka bernegosiasi dengan satuan pengamanan di Monas. Tak berhasil membujuk, akhirnya mereka menyerah. Tak kehabisan akal, para pedagang pun mendekati sisi samping pagar yang letaknya berada sedikit menjauh dengan pos pengamanan Monas.

    Pedagang yang berjumlah empat orang tersebut langsung menjejerkan barangnya. Salah satu dari mereka tampak langsung menaiki pagar hijau tersebut. Melihat temannya sudah berada di atas, pedagang laki-laki lainnya pun ikut menyusul. 

    Tak berselang lama, pedagang yang berada di bawah pun mencoba untuk mengangkat gerobaknya. Satu di antara dua orang yang di atas tersebut tampak turun masuk ke kawasan Monas dan memegang lapaknya. 

    Begitu gerobak bisa diturunkan, barang dagangan dimasukkan melalui celah-celah pagar. Bila bertubuh kecil, pedagang pun masuk dengan cara yang sama. Namun, bila bertubuh besar, ia harus melompati pagar. 

    Seperti yang dilakukan seorang pedagang perempuan. Ia meloncat pagar dengan santai, meskipun ada risiko di depan mata. 

    Ditegur Garnisun

    Setelah semua barang dagangan masuk. Mereka pun bergegas menuju lapak dagangnya di Monas. Namun, baru berjalan beberapa meter, seorang petugas Garnisun tampak menegur PKL tersebut. Pasalnya, aksi tersebut dianggap membahayakan. 

    Pedagang perempuan yang tak terima diperlakukan seperti itu langsung mencoba melawan. Ia mendorong petugas Garnisun yang merupakan anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut. 

    "Apa-apaan ini. Jangan gitu," kata pedagang sayup-sayup terdengar dari kejauhan. 

    Kompas.com berusaha mendekati dengan masuk ke kawasan Monas. Namun, baru sampai di depan pintu masuk, sekitar tiga orang satpam langsung menghadang. "Wartawan enggak boleh masuk. Harus ada surat izin," kata salah satu petugas. 

    Saat Kompas.com mencoba menjelaskan dengan baik-baik, para petugas tersebut semakin menghalangi. Mereka mendorong Kompas.com dan wartawan lainnya ke luar dan menutup pintu. 

    Dari kejauhan, PKL yang sedang ditegur itu tampak dikerumuni petugas kemanan hingga tujuh orang. Setelah hampir 10 menit, akhirnya petugas melepaskan PKL tersebut. "Mau gimana lagi, harus nekat kalau mau dagang di Jakarta gini," kata salah satu PKL Monas, Rosyid (30), Jumat (12/6/2015).

  • BeritaOnline(0906): Putaran di Jl Kebayoran Lama Bikin Macet
  • Warga sekitar Jalan Kebayoran Lama, Jakarta Selatan meminta putaran di tengah separator jalan tersebut ditutup. Pasalnya, banyak angkutan umum yang kerap memutar dan ngetem hingga menyebakan kemacetan.

    " Habis kalau lewat sana kan macet. Lagi pula penumpang juga sudah senang kalau ngetem di sini bisa langsung jalan lurus"

    "Seharusnya angkot M09 jurusan Tanah Abang-Kebayoran Lama itu kan tidak berputar di Jalan Raya Kebayoran Lama. Tapi harus ke Jalan Jiban, dan tidak mengetem," keluh Pranyoto (42), salah satu warga Kelurahan Grogol Selatan, Senin (8/6).

    Menurut Pranyoto, salah satu penyebab kemacetan yang terjadi dari Pasar Kebayoran Lama arah Jalan Raya Kebayoran Lama dan sebaliknya adalah angkot yang memutar balik. Bukan hanya itu, mereka pun sering melawan arah. "Jadi kalau habis memutar arah, dia mau mengetem lawan arah dahulu. Lebih baik, ditutup saja separatornya semua," ungkapnya.

    Pantauan beritajakarta.com, jika mulai siang hari para sopir angkot M09 dan A09 sering memarkir mobilnya di pinggir Jalan Raya Kebayoran Lama. Jumlah angkot yang mengetem pun bisa lebih dari 5 unit di kiri maupun kanan jalan. Kebanyakan dari angkot itu berputar arah sebelum melalui Pasar Kebayoran Lama dan menuju Jalan Jiban.

    Geri (34), salah satu dari pengemudi angkot A09 mengakui memang sering berputar arah. "Habis kalau lewat sana kan macet. Lagi pula penumpang juga sudah senang kalau ngetem di sini bisa langsung jalan lurus," ucapnya.

  • BeritaOnline(0806): Pemotor Kerap Melintas di JPO dekat SMKN 42 Cengkareng
  • Keberadaan Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di dekat SMK Negeri 42, Jl Kamal Raya, Cengkareng kerap disalahgunakan para pemotor untuk melintas. Selain mengganggu pejalan kaki, hal tersebut juga sangat membahayakan pengguna sepeda motor.

    " JPO di sini lebih banyak dilintasi pengendara motor ketimbang orang"

    Pantauan beritajakarta.com, JPO tersebut memang terlihat sangat curam yang tentu saja membahayakan bagi pemotor yang melintasinya.

    Robin (42), warga Bambu Larangan, Kelurahan Cengkareng Barat mengatakan, sudah banyak pengendara motor yang terjatuh saat melintasi JPO yang curam tersebut. "JPO di sini lebih banyak dilintasi pengendara motor ketimbang orang," ujar Robin, Sabtu (6/6).

    Karenanya ia berharap, instansi terkait melakukan pengawasan untuk mencegah para pengendara motor menaiki JPO.

    Camat Cengkareng, Ali Maulana Hakim menuturkan, JPO itu dibangun sebagai sebagai imbas adanya proyek jalan tol JORR W1. "Keberadaan JPO itu memang membahayakan pengendara motor yang masih saja nekat melintasinya. Agar pengendara motor tidak lagi melintas, kami akan berkoordinasi dengan unit terkait," tandasnya.

  • BeritaOnline(0506): TPO Kota Tua Tak Digunakan Warga
  • Meskipun imbauan untuk menggunakan tempat penyeberangan orang (TPO), namun masih banyak masyarakat yang menyeberang sembarangan di sekitar Kawasan Kota Tua, Jakarta Barat.

    "Selama pintu utara masih dibuka akan banyak warga yang menyeberang sembarangan "

    Pantauan beritajakarta.com, banyak para warga yang memilih untuk menyeberang sembarangan dan tidak menggunakan TPO. Akibatnya, kemacetan di sekitar Stasiun Beos, Kota Tua tidak terhindarkan.

    Camat Taman Sari, Paris Limbong mengatakan, pihaknya telah mengupayakan agar para pengguna jalan menggunakan TPO melalui spanduk imbauan. Bahkan, beberapa pekan lalu, ia telah melakukan razia KTP bagi warga yang ketahuan menyeberang sembarangan.

    Saat ini, menurut Limbong, pihaknya telah meminta kepada pihak PT KAI untuk membuka pintu tengah dan menutup pintu utara Stasiun.

    “Karena pintu tengah itu langsung menghubungkan para penumpang menuju TPO. Selama pintu utara masih dibuka akan banyak warga yang menyeberang sembarangan,” ujarnya, Kamis (4/6).

    Rudi Ardiansya (25) salah satu pengguna jalan mengatakan, tidak mau menggunakan TPO karena memerlukan waktu lebih lama.

    “Masih banyak yang nyeberang kok, lagian kalau lewat TPO kejauhan, saya lagi buru-buru,” katanya.

  • (Berita Online-0406) Penumpang Sepi, Operator PO Bus di Terminal Pulogebang Mengeluh
  • JAKARTA, KOMPAS.com - Terminal Pulogebang di Cakung, Jakarta Timur, yang begitu megah ternyata sepi dari penumpang. Hal ini kemudian dikeluhkan olah para pegawai PO bus antarkota dan antarprovinsi (AKAP) yang beroperasi di terminal tersebut. 
     

    Salah satu awak bus Harapan Jaya tujuan Semarang-Solo-Seragen, Rudi (45), mengatakan, dalam dua bulan terakhir, ia hanya mendapatkan puluhan penumpang di terminal tersebut. 

    "Dua bulan, saya baru dapat 40 penumpang. Beda-lah sama di Terminal Rawamangun atau Pulogadung," kata Rudi, kepada wartawan, di Terminal Pulogebang, Cakung, Jakarta Timur, Rabu (3/6/2015). 

    Menurut Rudi, masyarakat belum banyak datang ke terminal tersebut. Ia memperkirakan hal ini karena masalah akses ke terminal yang jauh, dan juga kurangnya promosi dari pemerintah. 

    "Belum tentu sehari ada satu, kalau dilihat kasat mata, gedungnya memang bagus, buat penumpangnya juga nyaman. Cuma penumpangnya belum ada yang mau ke sini. Mungkin pihak pengelola kurang promosi baik di lingkungan," ujar Rudi. 

    Rudi berharap pemerintah juga segera meresmikan terminal ini. Sehingga, masyarakat dapat mengenal terminal tersebut. "Sebaiknya segera diresmikan oleh pemerintah," ujar Rudi. 

    Hal yang sama dikeluhkan Didi Rahmadi (33), awak bus Budiman tujuan Tasik-Ciamis. Didi berharap, seluruh operator bus lainnya kompak untuk beroperasi di terminal tersebut. Sebab, dia menyatakan operator lain masih ada yang beroperasi dari terminal seperti Pulogadung dan Rawamangun. 

    "Kalau dari PO lain diserentakan ke sini pasti bakalan rame. Tapi kalau masih sendiri-sendiri ya susah," keluh Didi.
  • BeritaOnline(0306): Warga Keluhkan Usaha Semen Coran di Duri Kosambi
  • Warga mengeluhkan keberadaan usaha Concrete Baching Plants/CBP (coran semen bahan bangunan siap pakai) yang berlokasi di Jalan Outo Ring Road di RW 06, Kelurahan Duri Kosambi, Cengkareng, Jakarta Barat. Pasalnya limbah usaha ini dibuang langsung ke saluran air sehingga mencemari lingkungan warga.

    " ami meminta instansi terkait memeriksa IPAL usaha semen coran itu"

    Pantauan beritajakarta.com, saluran air sepanjang Jalan Outo Ring Road dari arah Puri Kembangan menuju Cengkareng terlihat berwarna kecoklatan. Saluran air ini juga tampak padat bekas sisa semen bercampur air. Tak ayal kondisi saluran air menjadi dangkal.

    "Karena makin dangkal, saat hujan airnya sering meluap ke hunian warga," keluh Sumantri (52), salah satu warga RW 06, Selasa (2/6).

    Sumantri menduga usaha semen coran tersebut tidak memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Sebab air limbah langsung dibuang ke saluran air.

    "Kami meminta instansi terkait memeriksa IPAL usaha semen coran itu. Kami khawatir kalau dibiarkan akan berdampak pada kesehatan warga," jelas Sumantri.

    Camat Cengkareng, Ali Maulana Hakim saat dikonfirmasi menjelaskan, bahwa pihaknya sudah mendapat laporan dari warganya tentang pencemaran lingkungan yang berasal dari usaha semen coran di RW 06, Kelurahan  Duri Kosambi.

    "Saya sudah melaporkan masalah ini ke pihak BPLHD Jakarta Barat agar perusahaan semen coran itu di tanyakan Amdal-nya," ujar Ali.

  • BeritaOnline(0306): Halte di Jl Daan Mogot KM 11 Rawan Ambruk

  • ( Foto : TP Moan Simanjuntak / Beritajakarta.com)

    Warga Perumahan Departemen Agama (Depag) mengimbau instansi terkait segera memperbaiki halte yang berlokasi di Jalan Daan Mogot KM 11, Kelurahan Kedaung Kaliangke, Jakarta Barat. Pasalnya kondisi halte tersebut sudah rusak berat sehingga rawan ambruk.

    " Karena kondisi halte semakin miring ke kiri sehingga rawan ambruk"

    Warga khawatir apabila halte tidak kunjung diperbaiki, akan timbul korban jiwa. Bahkan halte di sisi kiri kemiringannya mencapai 60 sentimeter. Untuk mengantisipasi jatuhnya korban, pihak kelurahan berinisiatif memasang pengumuman di halte tersebut agar calon penumpang tidak menunggu di halte itu.   

    "Karena kondisi halte semakin miring ke kiri sehingga rawan ambruk. Agar tidak ada korban, pihak kelurahan seminggu yang lalu menempel kertas tanda peringatan di tembok belakang halte,” ujar Simon (42), warga Perumahan Depag, Selasa (2/6).

    Camat Cengkareng, Ali Maulana Hakim menuturkan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Suku Dinas Perhubungan dan Transportasi Jakarta Barat agar segera memperbaiki halte tersebut. Namun, karena memang masih menunggu anggaran perbaikan, hingga kini belum dapat terealisasi.

    “Perbaikan halte tersebut memang akan dilakukan tahun ini. Tapi karena anggaran belum turun hingga belum dapat dikerjakan," ujar Ali.

  • BeritaOnline(0106): Warga Keluhkan Mahalnya Ongkos Parkir di IRTI Monas
  • TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dalam acara Car Free Day yang diselenggarakan setiap hari Minggu, kondisi parkir di IRTI Monas, Gambir, Jakarta Pusat, Minggu (31/5/2015) selalu ‎dipadati kendaraan baik roda dua maupun roda empat.

    Namun, tarif yang dikenakan para petugas parkir tidak seperti yang tertera di pintu masuk.

    Tarif parkir flat sebesar Rp 5.000 harus dikeluarkan oleh pengendara jika ingin memarkirkan kendaraannya.

    Hal ini dikeluhkan oleh salah satu pengendara Honda Vario berwarna hitam, Kartika (24) yang‎ memarkirkan kendaraannya di IRTI Monas.

    Padahal pada ‎papan pengumuman bertuliskan tarif sepeda motor sebesar Rp 1.000 per jam.

    Kendati demikian, petugas juru parkir yang menggunakan pakaian Dishub warna biru meminta pengendara dengan tarif flat sebesar Rp 5.000.

    "Saya cuma parkir dua jam kurang, itu katanya Rp 1.000 per jam," kata karyawati swasta itu kepada petugas.

  • BeritaOnline(0106): Jakut Butuh 80 Ribu Lembar Blangko E-KTP
  • Sejak Maret lalu, Suku Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Jakarta Utara sudah dapat mencetak blangko pendaftaran e-KTP. Sebelumnya, blangko tersebut kerap habis sehingga pelayanan ke warga menjadi terganggu.  

    " Dirjen Adminduk berjanji berapapun kebutuhan DKI Jakarta akan dipenuhi mulai tahun ini, karena Jakarta akan dijadikan percontohan e-KTP"

    "Sekarang sudah bisa cetak sendiri sejak bulan Maret," ucap Nauvan, Kepala Seksi Pendaftaran Penduduk Sudin Dukcapil Jakarta Utara, Jumat (29/5).

    Sebelumnya, Sudin Dukcapil Jakarta Utara hanya mendapatkan kiriman blangko sebanyak 38 ribu lembar saja dari Direktorat Administrasi Kependudukan. Hal itu masih sangat kurang dibandingkan dengan banyaknya warga yang melakukan perekaman e-KTP.

    "Dibanding yang melakukan perekaman dengan blangko yang diberikan masih kurang, sehingga banyak yang harus menunggu lama untuk mendapatkan e-KTP," jelas Nauvan.

    Di Jakarta Utara, lanjut Naovan, saat ini masih membutuhkan sekitar 80 ribu lembar blangko, karena warga masih banyak yang belum melakukan perekaman E-KTP.

    "Dirjen Adminduk berjanji berapapun kebutuhan DKI Jakarta akan dipenuhi mulai tahun ini, karena Jakarta akan dijadikan percontohan e-KTP," ujarnya.

    Nauvan mencontohkan, Kelurahan Sunter Agung saat ini sudah dapat mencetak sendiri e-KTP dan sudah 600 KTP yang tercetak. Sementara satu toner atau reborn dapat mencetak 500 e-KTP.

  • BeritaOnline(2805): Calo Terminal Kampung Rambutan Peras Calon Pemudik
  • TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Calo tiket bus sepertinya masih berkeliaran di Terminal Bus AKAP Kampung Rambutan, Jakarta Timur. Mereka memeras calon pemudik yang hendak ke Tegal, Jawa Tengah, Selasa (26/5) siang.

    Kejadian bermula kala Saryo (49) hendak mudik ke Tegal, Jawa Tengah dengan menggunakan bus Dewi Sri. Setibanya di terminal, ia ditarik-tarik oleh sejumlah calo.

    Hingga akhirnya, Saryo diajak seorang calo yang diketahui bernama Jefry (40) untuk menuju ke sebuah loket milik ALS.

    Saat berada di sana, ia dipaksa membayar tiket sebesar Rp 125.000, jauh lebih mahal dari harga aslinya yang hanya Rp 65.000.

    Sialnya, tiket bus yang diberikan calo itu bukan tiket resmi yang dikeluarkan dari PO Dewi Sri. Calo hanya menulis 'PO Dewi Sri' dengan menggunakan pulpen. Akibatnya tentu saja bisa ditebak, Saryo ditolak kondektur bus saat hendak naik ke Dewi Sri.

    Mendapati hal tersebut, pria yang bekerja sebagai kuli bangunan itu pun mendatangi loket ALS, meminta agar uang yang telah diberikan kepada sang calo untuk dikembalikan. Sayang, langkah tersebut tidak mendapatkan itikad baik.

    "Sempat terjadi cek-cok tadi dengan calonya. Pas uangnya sebesar Rp 125.000 diminta, calonya hanya ngasih uang Rp 100.000, Rp 25.000 lagi enggak dikembalikan," katanya.