Aspirasi dalam Kanal Media News Online

  • Setelah Tebet, Pelintasan Kereta di Kalibata Juga Akan Ditutup
  • Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta Andri Yansyah mengatakan, ruas jalan pelintasan kereta api di Stasiun Kalibata, Jakarta Selatan, rencananya akan ditutup.

    Saat ini, penutupan pelintasan tersebut sedang dalam kajian Sudin Perhubungan dan Transportasi Jakarta Selatan.

    "Nanti Kalibata, lagi dikaji sama Kasudin (perhubungan dan transportasi) Jakarta Selatan," ujar Andri di Kantor PT Transjakarta, Cawang, Jakarta Timur, Senin (18/4/2016).

    Andri belum menyebutkan kapan penutupan pelintasan sebidang tersebut akan direalisasikan. Sebab, saat ini, pihaknya masih menunggu pengadaan transjakarta yang akan menjadi feeder di stasiun tersebut.

    "Saya tuh tidak bicara target, tetapi saya berbicara soal pengadaan bus. Sekarang kalau seumpamanya kami targetkan, tetapi busnya tidak ada, bagaimana? Namun, kalau busnya sudah ada, sayacepetin. Karena apa? Karena kalau kami tutup nanti, siapa yang mau angkut penumpang kalau belum kami siapin busnya," papar Andri.

    Sebelum penutupan pelintasan sebidang di Stasiun Kalibata direncanakan, Dishub DKI terlebih dahulu telah menutup pelintasan di Stasiun Tebet. (Baca: Pelintasan Sebidang di Stasiun Tebet Ditutup Permanen)

    Selain Tebet dan Kalibata, penutupan juga rencananya akan dilakukan di tujuh pelintasan sebidang lainnya yang berdekatan dengan stasiun. Pelintasan tersebut baru akan ditutup setelah jumlah transjakarta yang akan terintegrasi dengan stasiun memadai.

  • Penghapusan “3 In 1” Dinilai Tak Tepat
  •  JAKARTA – Kepala Sub Direktorat Pembinaan dan Penegakan Hukum Ditlantas Polda Metro Jaya AKBP Budiyanto mengungkapkan, untuk sekarang ini penghapusan 3 in 1 belum tepat dilakukan. 

    “Jika melihat hasil uji coba pertama kali, kami rasa belum saatnya Pemerintah Provinsi DKI untuk menghapus 3 in 1,” ujar Budiyanto di Jakarta, Minggu (17/4).

    Menurut dia, saat ini kondisi jalan di sejumlah jalur protokol yang diberlakukan 3 in 1 tak ideal untuk dilalui, seperti di Jalan Sudirman dan Jalan MH Thamrin.

    “Saat ini di Jalan Jend. Sudirman masih ada pembangunan Stasiun Mass Rapid Transit (MRT) dan revitalisasi jembatan Semanggi, jika 3 in 1 di hapuskan kemacetan parah akan terjadi di situ,” terangnya. 

    Pada saat uji coba pertama kali diberlakukannya penghapusan 3 in 1 peningkatan jumlah kendaraan mencapai 25 persen. Total rata-rata 25 persen. Kalau kasat mata memang ada ruas jalan yang mengalami peningkatan dan ada penurunan juga, jelasnya. 

    Selain itu, lanjut dia, pada saat uji coba pertama kali dilakukan pada 5-8 April dan 11-13 April lalu, anak sekolah belum masuk. “Libur anak sekolah saja peningkatan kendaraan sudah tinggi apalagi jika para pelajar masuk dipastikan peningkatan jumlah kendaraan bisa lebih tinggi,” paparnya. 

    Hapus Program 

    Untuk itu, kata Budiyanto, jika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta benar-benar ingin menghapus 3 in 1, harus dikaji secara maksimal. “Untuk menghapus program yang telah berjalan baik dalam menekan angka kemacetan, Pemprov harus mengkajinya secara matang,” imbuhnya. 

    Selain itu, sambungnya, Pemprov harus menpunyai program yang lebih baik dari 3 in 1 dalam mengatasi kemacetan. “Jika alasannya penghapusan 3 in 1 hanya ingin menghapus kasus ekapolitasi anak kurang pas rasanya,” tuturnya. 

    Dijelaskan dia, selama penambahan waktu penghapusan uji coba 3 in 1 tak ada yang berbeda. Petugas tak melakukan persiapan khusus. Pihaknya ingin mendapatkan secara detail data yang diperlukan sebelum menghapus program yang sudah berjalan sejak 2003 itu. “Kami ingin mendapatkan hasilnya seperti apa. Kami tak terlalu berlebihan, biasa aja. Iya, kami lihat hasil pengkajian satu bulan ke depan”, tambahnya. pik/P-5

  • Panjang Jalan Bertambah, Jakarta Masih Tetap Macet
  • JAKARTA – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta menilai, penambahan rasio jalan di Ibu Kota Jakarta tak akan mampu mengurai kemacetan. Pasalnya, penambahan rasio jalan jauh lebih kecil dibanding pertumbuhan kendaraan bermotor.

    “Kalau bilang kemacetan, kamu mau menambah jalan berapa pun tidak akan pernah menang lawan mobil. Kalau kamu lebakan jalan terus, mobil juga tumbuh terus, nggak bakal selesai. Ya sudah, dipotong saja jalan yang ada tapi kita lebarkan trotoar,” ujar Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), di Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin (18/4).

    Menurutnya, kebijakan pemotongan jalan itu dipilih Pemprov DKI agar masyarakat Jakarta beralih menggunakan angkutan umum. Terlebih, katanya, saat ini sedang dibangun sarana angkutan umum berbasis rel, seperti mass rapid transit (MRT) dan light rapid transit (LRT). 

    “Yang pasti kita harus pilih. Kamu mau pilih yang mana nih, semua dunia sudah tahu pokoknya harus berbasis rel yang lagi dibangun. Nah kamu potong pembatasan jalur cepat lambat, ada guna gakNggak ada guna, sama Saja, penuh lagi kok Lalu kenapa kita potong? Kita pilih sekarang, lebih baik itu dipotong, jumlah jalan sama tapi trotoar jadi 9,5 meter,” kata Ahok.

    Dengan pemotongan jalan itu, lanjutnya, Pemprov DKI akan melakukan pelebaran trotoar agar mampu menampung lebih banyak pejalan kaki atau pengguna angkutan umum lainnya. Sementara, untuk mengurai kemacetan di Jakarta, Pemprov DKI akan melakukan pembatasan terhadap kendaraan bermotor dengan kebijakan jalan berbayar (electronic road pricing/ERP).

    “Kenapa trotoar diperlebar? Karena orang keluar dari angkutan yang berbasis rel atau jalan kaki lewat bagaimana? Makanya trotoar kita perlebar agar orang keluar dari kereta, naik dari bus, atau pejalan kaki merasa enak. Nanti Jalan Jend Sudiman dan Thamrin kita lebarkan trotoarnya 9,5 meter. Tapi jumlah kendaraan sama kok,” ungkapnya.

    Jalur Kendaraan

    Terpisah, Kepala Dinas Marga DKI Jakarta, Yusmada Faisal mengatakan, pihaknya sedang mengkaji perubahan jalur kendaraan di sepanjang Jalan Jend. Sudirman Jalan MH Thamrin. Nantinya, sepanjang jalur itu hanya akan dibuat empat jalur kendaraan, tiga jalur utama dan satu jalur excess busway.

    “Nantinya tidak akan ada jalur lambat. Jalur lambat ini akan kita ubah menjadi plaza pejalan kaki dengan lebar 10-15 meter. Namun, sekarang masih dalam tahap perencanaan oleh PT. MRT Jakarta,” katanya.

    Menurutnya, pembangunan Plaza pejalan kaki itu bisa menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI atau bisa juga merupakan kontribusi pengembang. Dia mengatakan, Pemprov DKI akan memprioritaskan pembangunan pejalan kaki ini di dekat stasiun-stasiun MRT sehingga bisa menampung ribuan pejalan kaki yang mengakses jalur tersebut. 

    “Ya kita prioritaskan di dekat-dekat stasiun MRT, mulai dari Lebak Bulus, Blok M, hingga Kota. Stasiun ini akan keluar masuk pejalan kaki, sehingga harus dilayani dengan baik. Sehingga, MRT selesai, plaza pejalan kaki ini sudah tersedia,” tegasnya

    Dengan pelebaran jalan itu, katanya, Pemprov DKI pun bisa langsung membereskan sistem drainase danducting utilitas bawah tanah di sepanjang Senayan hingga ke Kota. 

    Menurut Andri, Dinas Bina Marga pun tengah mengembangkan pedestrian area di beberapa kawasan, seperti di Tanah Abang, Terminal Rawamangun, kota Tua, connection Kota Tua ke Waduk Pluit dan kawasan Melawai-Blok M.

    “Kita akan kembangkan pedestrian yang lebar. Karena sekarang ini kan eranya menggerakkan orang. Sehingga kita akan fasilitasi agar pejalan kaki merasa nyaman, termasuk mewujudkan hak-hak penyandang cacat atau difabilitas,” katanya. pin/P-5

  • Macet dan Banjir Jakarta Picu Ekonomi Biaya Tinggi
  • JAKARTA – Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mesti segera membenahi persoalan kemacetan lalu-lintas dan ancaman banjir besar, ketimbang menghabisan energi mengurusi kasus teluk Jakarta. Sebab, jika dua masalah akut itu tak tertangani akan menurunkan daya tarik Ibu Kota RI akibat ekonomi biaya tinggi, sehingga bisa mengurangi minat investasi yang akhirnya berujung kepada peningkatan pengangguran dan masalah sosial lain.

    Di samping dua persoalan itu, Ahok juga harus secepatnya menciptakan lapangan kerja dan sumber nafkah bagi warga bekas gusuran yang ditampung pada sejumlah rumah susun (rusun). Jika tidak, rusun-rusun tersebut akan menjadi daerah kumuh baru dengan tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi.

    Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga, mengemukakan Pemprov DKI Jakarta bisa memanfaatkan keunggulan dari APBD yang besar untuk pembangunan kota modern berkelanjutan, bebas macet, dan aman dari ancaman banjir. Jika tidak, macet dan banjir akan mengakibatkan infrastruktur Jakarta buruk sehingga tidak menarik minat investor.

    Ia mengingatkan Jakarta mesti belajar dari pengalaman sejumlah kota di negara maju yang secara perlahan ditinggalkan warganya karena infrastruktur yang buruk. Misalnya, Detroit di AS yang akhirnya menjadi kota bangkrut akibat perencanaan kota yang buruk.

    “Penataan kota Jakarta selama ini cenderung tambal-sulam dan tidak menyelesaikan persoalan mendasarnya. Jika macet dan banjir tidak tertangani, serta dan persoalan rongga tanah terus membesar karena minimnya Ruang Terbuka Hijau (RTH) maka dalam jangka menengah fondasi kota bisa rusak, sehingga infrastrukturnya buruk,” kata Nirwono saat dihubungi, Jumat (15/4).

    Sebelumnya, terkait dengan pembangunan tanggul di pantai utara Jakarta, pegiat Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta, Moestaqiem Dahlan, mempertanyakan bagaimana mau menahan air laut jika sumber masalahnya adalah air tanah dipompa habis sehingga tanah di Jakarta menurun terus karena rongga di bawah tanah membesar. Ditambah dengan tidak dibuka RTH yang cukup untuk air hujan mengisi kembali rongga bawah tanah Jakarta.

    “Jelas sudah terbukti akibat mempompa air tanah DKI, intrusi air laut ke dalam wilayah Jakarta Utara sudah masuk ke wilayah Monas saat ini. Lihat perencanaan tata kota yang amburadul. Seluruh RTH dilepas untuk konstruksi bangunan Termasuk Taman Ria Senayan,” papar dia. Memang, kata Nirwono, saat ini Jakarta masih memiliki keuntungan sebagai ibu kota negara dan pusat pemerintahan.

    Namun, perlu diingat bahwa bukan tidak mungkin apabila ibu kota pindah ke tempat lain, seperti yang pernah disampaikan Presiden Soeharto tempo dulu yang ingin memindah pusat pemerintahan ke Jonggol, Bogor, Jawa Barat.

    “Jika itu terjadi daya tarik Jakarta berkurang, ditambah dengan infrastruktur kota yang buruk, tidak mustahil dalam jangka panjang akan ditinggalkan warganya. Dan, bila tren perpindahan warga itu terjadi tidak mungkin untuk menarik mereka kembali,” kata Nirwono.

    Paradigma Holistik
    Sedangkan Guru Besar Fakultas Teknik UGM Yogyakart, Djoko Sujono, mengatakan problem nyata yang harus dibenahi saat ini untuk menyelamatkan Jakarta dalam periode 5-15 tahun ke depan justru adalah ancaman dari banjir air hujan. “Proses yg sudah berjalan pada revitalisasi sungai dan setu oleh pemprov saat ini masih perlu diintensifikasikan secara total dari hulu ke hilir, beserta pembangunan bendungan secara holistik,” tukas Djoko.

    Apabila Pemprov tidak menyadari kondisi infrastruktur yang buruk, fondasi kota yang terganggu diabaikan, tidak berbenah ke paradigma holistik, maka tren perpindahan penduduk tidak mustahil akan terjadi. Sementara itu, Nirwono juga mengingatkan saat ini Jakarta menghadapi persoalan pengangguran yang tinggi, khususnya angka pengangguran terbuka, selain juga ketimpangan pendapatan yang sangat lebar.

    “Jangan dikira jika sudah menggusur warga dipindah ke rusun persoalan selesai. Bila tidak dapat menciptakan sumber penghasilan bagi warga di rusun, mereka mau makan apa? Ini sebenarnya bom waktu yang mesti diperhatikan agar tidak meledak menimbulkan masalah sosial lainnya,” ungkap dia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), tingkat pengangguran Jakarta 2015 mencapai 8,36 persen, jauh diatas rata-rata Indonesia.

    Jumlah kemiskinan juga meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2012, jumlah penduduk miskin sebanyak 363.200 orang, dan pada menjadi 398,920 orang atau meningkat 9,83 persen. Ketimpangan ekonomi DKI Jakarta secara nasional juga tertinggi, berdasarkan indeks gini mencapai 0,44. Artinya, kelompok kaya menguasai 44 persen pendapatan DKI Jakarta. YK/SB/pin/nis/WP

  • Evaluasi Uji Coba Penghapusan “3 in 1” Kurang Akurat
  • JAKARTA – Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan uji coba penghapusan “3 in 1” harus diperpanjang, karena baru mengukur pertambahan volume kendaraan.

    “Memang harus diperpanjang. Karena kemarin, mereka cuma mengukur pertambahan volume. Harusnya cara mengukurnya bukan penambahan atau pengurangan volume kendaraan, tapi seberapa peningkatan atau pengurangan kecepatan, sesuai yang disampaikan ibu Ellen Tangkudung (Ketua Dewan Transportasi Kota Jakarta) yang dari UI,” ujar Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), DI Balai Kota, Jakarta Pusat, Jum’at (15/4).

    Menurutnya, pengukuran kecepatan kendaraan itu bisa dibandingkan antara kendaraan yang ada di daerah menuju Jakarta dengan kendaraan yang melaju di dalam perkotaan. Dengan perbandingan itu, ungkapnya, maka akan diketahui apakah penghapusan 3 in 1 ini efektif atau tidak. “Misalnya, daerah sekitar bisa cepat berapa. Kamu biasa ke kantor, sekarang jalan protokol penuh, Jalan sebelahnya kosong. Sekarang mereka belum coba-coba kan, harusnya mereka pakai waze. Kalau dia pakai waze, dia bisa ikutin dia ke kantornya bisa lebih cepet nggak atau sama saja,” ungkapnya.

    Ahok mengatakan, setiap pengendara yang melewati jalur 3 in 1, dipastikan akan terjebak kemacetan meski kebijakan 3 in 1 itu diberlakukan. Namun, katanya, dengan adanya kebijakan itu masalah baru pun muncul, yakni munculnya joki-joki 3 in 1. Maka, lanjut Ahok, meski penerapan jalan berbayar (electronic road pricing (ERP) masih lama, dia ingin menghapus 3 in 1 agar joki-joki itu bisa hilang dengan sendirinya. 

    Kurang Akurat

    Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta, Andri Yansyah mengatakan, agar ujicoba penghapusan 3 in 1 itu mendapat hasil yang lebih akurat, maka Pemprov DKI akan memperpanjang ujicoba penghapusan hingga sebulan ke depan atau sampai tanggal 14 Mei 2016. 

    “Hasil diskusi saya putuskan, uji coba ini akan dilanjutkan sampai empat minggu ke depan. Masa uji coba penghapusan 3 in 1 pada 5 April hingga 13 April lalu belum bisa menjadi tolak ukur dalam menentukan efektif tidaknya penghapusan 3 in di beberapa ruas jalan di Jakarta” kata dia.

    Menurutnya, pola transportasi di Jakarta seperti air mengalir, dimana para pengendara akan mencari jalan kosong ketika jalan yang dilaluinya terjebak kemacetan. Dalam ujicoba penghapusan 3 in 1 dalam dua pekan ini, kata Andri, euforia masyarakat cukup tinggi sehingga beramai-ramai memasuki jalur tersebut. Akibatnya, kemacetan pun tak bisa dihindari padahal jalur alternatif lainnya masih kosong.

    Untuk mendukung data yang dibutuhkan, Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta melakukan jajak pendapat secara online mengenai perlu atau tidaknya keberlanjutan penerapan 3 in 1. Hasilnya, jajak pendapat tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar warga menginginkan agar kebijakan 3 in 1 ini dihapus.

    Data Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta menyebutkan, dari 4.156 responden yang mengikuti jajak pendapat itu, sebanyak 71,9 persen di antaranya menyatakan kebijakan 3 in 1 tidak perlu dilanjutkan. Sebaliknya, sebanyak 21,9 responden menilai peraturan ini masih perlu dilanjutkan.

    Dikatakan Andri, meski adanya ujicoba penghapusan 3 in 1, tren pengguna angkutan umum mengalami peningkatan. Angkanya relatif tinggi, hingga mencapai 5%. Di sisi lain, katanya, masalah-masalah sosial yang selama ini muncul akibat penerapan 3 in 1, sepertj eksploitasi anak-anak di bawah umur pun menghilang.

    Diketahui, kebijKan 3 in 1 ini merupakan peraturan yang dikeluarkan Pemprov DKI yang melarang kendaraan pribadi roda empat berpenumpang kurang dari tiga orang untuk melintas di jalan-jalan tertentu di Jakarta. Peraturan itu berlaku di Jalan Sudirman, MH Thmarin, dan Gatot Subroto setiap hari Senin-Jumat pada pukul 07.00-10.00 dan pukul 16.30-19.00. pin/ant/P-5

  • 4 Bocah SD Dicabuli Kakak Kelas di Kebun Kosong di Kedoya Selatan
  • Jakarta - Pencabulan terhadap beberapa bocah sekolah dasar atau SD menggemparkan warga Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Betapa tidak? Empat bocah dicabuli seorang remaja laki-laki AWG (13) yang juga masih duduk di bangku SD.

    Ia mencabuli empat bocah yang masih adik kelasnya itu hingga korban mengalami luka di lubang kemaluannya. AWG yang juga diketahui sebagai teman bermain korban ini berbuat asusila tersebut di sebuah kebun kosong di kawasan Kedoya Selatan, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. 

    Perbuatan asusila itu terbongkar saat seorang nenek berinisial N (68) mencari keberadaan sang cucu pada Rabu 13 April 2016. Setelah ditelusuri, sang nenek melihat cucunya, RI (6) sedang dicabuli oleh AWG di atas sebuah balai bambu.

    Sang nenek menceritakan, bagaimana cucunya itu ditindih dan dicabuli oleh AWG. Diperlakukan seperti itu, RI hanya bisa menangis histeris.

    "Saya kaget lihat cucu saya ditindih sama dia, terus resletingnya terbuka," ujar N di Jakarta Barat, Kamis (14/4/2016).

    Bukan hanya itu, seorang ibu lainnya berinisial EK (45) mengatakan, putranya FI (6) serta rekannya yang lain yakni JA (6) dan NI (7) turut serta mengaku pernah dicabuli oleh AWG.


    "Anak saya sempat mengeluh kalau sakit saat buang air besar, dan bilang sudah sekitar 10 kali digituin sama dia (AWG)," ujar EK seraya meneteskan air mata.

    EK mengaku, peristiwa tragis yang menimpa anaknya itu sudah terjadi sejak beberapa bulan terakhir. Anaknya beserta ketiga temannya, memang kerap bermain bersama AWG pada sore hari. Mereka kerap bermain di sebuah kebun kosong yang tak jauh dari rumah para korban.

    "Anak saya kerap menangis di malam hari. Ia merasa ketakutan jika dia bermain AWG. Namun, karena kalah umur, ia nurut saja diajak pelaku," tutur EK. 

    EK menambahkan, saat ini ia bersama orangtua lainnya sudah membawa korban pencabulan itu ke rumah sakit di kawasan Kedoya untuk divisum. Nantinya, hasil visum ini akan diserahkan ke penyidik Unit PPA Reskrim Polres Jakarta Metro Jakarta Barat untuk diselidiki.

  • Hari Terakhir Uji Penghapusan 3 in 1, Macet Masih Hantui Jakarta
  • Uji coba penghapusan 3 in 1 memasuki hari terakhir hari ini. Data dan pantauan Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya menyebutkan, penghapusan 3 in 1 menyebabkan kemacetan di ruas-ruas jalan protokol dan arteri.

    "Dari hari pertama uji coba penghapusan ada peningkatan kendaraan di beberapa ruas jalan protokol," kata Kapala Sub Direktorat Penegakan Hukum Lalu Lintas, Ajun Komisaris Besar Budiyanto, saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Rabu (13/4/2016).

    Berdasarakan data dari Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta yang dikeluarkan Minggu 10 April 2016, penghapusan 3 in 1 menyebabkan angka kemacetan meningkat hingga 24,35 persen.

    "Bahkan kemarin malam saja lalu lintas baru bisa cair pukul 22.00 WIB malam lebih. Biasanya pukul 21.00 malam saat ada 3 in 1 sudah mulai bisa terurai kemacetannya," kata Budiyanto.


    Adapun beberapa titik kepadatan kendaraan selama uji coba penghapusan terjadi dari mulai ruas Slipi ke Semanggi, Antasari ke Patimura dan mengarah Bunderan Senayan, Sudirman-Thamrin di mana kemacetan bertambah karena ada proyek pembangunan MRT.

    Peningkatan volume kendaraan paling parah terjadi di kawasan Semanggi arah Bundaran Senayan. Rencananya hari ini adalah evaluasi terkait nasib 3 in 1.

    Meski demikian, Budiyanto tidak menampik adanya penurunan jumlah kendaraan yang melintas di beberapa ruas jalan, seperi di Jalan Rasuna Said, KS Tubun, dan Abdul Muis.

    "Dari kepolisian sendiri berharap sebelum ada pengganti, 3 in 1 tetap diberlakukan," ujar Budiyanto.

  • Kemacetan Jakarta Butuh Solusi Cepat
  • JAKARTA – Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), diminta segera mencarikan solusi efektif untuk mengatasi kemacetan yang telah menjadi masalah akut di Jakarta. Jika tidak, kerugian baik sosial maupun ekonomi yang diderita warga Jakarta akibat kemacetan akan makin bertambah setiap tahun.

    Diperkirakan biaya kemacetan di Ibu Kota RI tersebut mencapai 68 triliun rupiah setiap tahun. Sementara itu, setelah melakukan uji coba penghapusan 3 in 1, Gubernur Ahok mengisyaratkan untuk tetap menghapus sistem itu, meski dalam dua tahap uji coba terungkap kemacetan di jalan protokel Jakarta justru bertambah 24 persen. Sejumlah kalangan menyatakan apapun keputusan DKI Jakarta soal 3 in 1, Ahok tetap harus mencari solusi lain guna mengatasi kemacetan.

    Sebab, dengan atau tanpa sistem 3 in 1 terbukti persoalan lalu-lintas belum tertangani secara optimal. Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, mengatakan Gubernur DKI Jakarta harus mendelegasikan tugas yang ada di pundaknya kepada bawahan.

    “Jangan trial and error seperti uji coba penghapusan 3 in 1 yang membuat susah banyak orang. Seharusnya delegasikan saja ke bawahan sehingga tidak terkesan mendadak,” kata dia saat dihubungi, Rabu (13/4). Ahok, ujar Yayat, sebaiknya tidak terlena dalam kasus reklamasi yang dihadapi saat ini. Pasalnya, salah satu permasalahan Jakarta yang semakin akut adalah penanganan kemacetan yang perlu mendapat sentuhan Gubernur untuk segera dituntaskan.

    “Misalnya nanti masalah 3 in 1, dinas perhubungan yang akan menyelesaikan, mengevaluasi dan memutuskan. Tinggal memberikan rekomendasi ke pak Gubernur. Nanti gimana merumuskan, dan keputusannya diserahkan kepada pak Gubernur. Jadi, pak Gubernur itu cukup mendapatkan laporan,” jelas dia.

    Terlebih, lanjut Yayat, penerapan electronic road pricing (ERP) dalam penanggulangan kemacetan diprediksikan baru dilaksanakan pada 2017. Ahok pun harus bisa melibatkan instansi lain seperti kepolisian dalam mengatasi kemacetan itu. “Kalau bisa konsepnya lebih cepat, lebih bagus. Dikembangkan lebih cepat kan lebih baik, sehingga semuanya terpolakan dengan jelas. ERP kemungkinannya baru bisa diimplementasikan pada 2017.

    Sebetulnya sudah ada penjelasan- penjelasan dari dishub bahwa sekarang masih proses pelelangan dan pemasangan ERP,” tukas dia. Sebelumnya dikabarkan, sejumlah kalangan berharap agar Ahok lebih berkonsentrasi mengurusi pembenahan kemacetan lalu-lintas daripada pikiran dan tenaganya habis mengurusi reklamasi pantai utara Jakarta.

    Sebab, kemacetan lalu-lintas di Ibu Kota Indonesia itu kini semakin sulit dikendalikan setelah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melakukan uji coba penghapusan kawasan 3 in 1. Uji coba itu justru membuat volume kendaraan di jalan protokol bertambah.

    Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta mencatat terjadi peningkatan kemacetan sekitar 24,35 persen dari total kendaraan sebelum penghapusan yang sebanyak 2.000 unit kendaraan per jam. Saat ini, lebih dari 10 juta kendaraan bermotor berkeliaran di Jakarta setiap hari kerja sementara panjang jalan kurang dari 10 persen dari total luas lahan sehingga kurang memadai.

    “Tekanan pembangunan begitu besar, tapi instrumen perencanaan yang ada tidak mendukung,” kata Mohammad Danisworo, Ketua Pusat Studi Urban dan Desain, seperti dikutip International New York Times edisi Selasa (12/4).

    Sangat Boros 
    Sebagaiman diwartakan, Infrastructure Partnership and Knowledge Centre memperkirakan biaya sosial yang terbuang akibat kemacetan lalu lintas di Jakarta dan sekitarnya mencapai 68 triliun rupiah per tahun dan dinilai sangat boros. Jumlah itu, mulai dari biaya bahan bakar, biaya kesehatan hingga polusi udara.

    Kemacetan membuat sekitar 5-10 persen penghasilan keluarga dihabiskan untuk keperluan transportasi. Sementara itu, berdasarkan hasil uji coba penghapusan 3 in 1 yang justru menambah kemacetan maka Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya mengusulkan program 3 in 1 tetap berjalan sambil menunggu penggantinya.

    “Kami usulkan agar 3 in 1 tidak dihapuskan. Karena adanya 3 in 1 saat ini efektif mengurai kemacetan,” ujar Kasubdit Bin Gakkum Ditlantas Polda Metro Jaya, AKBP Budiyanto, Rabu. Akan tetapi, Gubernur Ahok tetap bersikeras akan menghapus 3 in 1 di Jakarta, walaupun Polda Metro Jaya tidak merekomendasikannya.

    “Sekarang saya tanya kamu selama bertahun-tahun 3 in 1 kamu pernah merasa macet nggak sih di Sudirman-Thamrin? Stuck juga setengah mati, bukan hanya stuck di situ lho. Semua jalan penduduk pun macet juga,” kata Ahok.

    Menurut dia, walaupun di area 3 in 1 semakin macet setelah kebijakan itu tidak berlakukan, namun jalan di sekitarnya sudah semakin longgar volume kendaraannya. “Makanya saya bilang sama dishub ini harus dihapus, kalau nggak dihapus orang naik 3 in 1 sama nggak? Yang penting kita siapkan bus orang sekarang kalau udah macet gitu mereka naik bus ya kan?” kata Ahok. pin/pik/nis/WP

  • Djarot Kesal Ada Banyak Limbah Minyak di Dermaga Pulau Karya
  • Djarot mengggeleng-gelengkan kepala saat berada di dermaga Pulau Karya, Kepulauan Seribu, Jakarta, Selasa (12/4/2016). Raut wajah pria bernama lengkap Djarot Saiful Hidayat itu tampak kesal saat ia melihat limbah minyak tercecer di laut Pulau Karya.

    Wakil Gubernur DKI Jakarta ini sedang melakukan pemeriksaan ke pulau di mana Presiden Joko Widodo pada Kamis (14/4) akan melepas burung Elang Bondol.

    "Kalau satu kapal ini enggak mungkin, gila seperti ini," kata Djarot kesal sambil menunjuk limbah minyak, Pulau Karya, Kepulauan Seribu, Jakarta, Selasa.

    Ia menyayangkan pencemaran limbah minyak tersebut yang berdampak kerusakan ekosistem di sekitarnya. Salah satunya Bulu Babi yang terlihat masih hidup.

    "Lihat ada Bulu Babi di sana. Ada juga ikan kecil. Enggak bener ini," kata Djarot.

    Limbah minyak tersebut terlihat jelas lantaran warna air laut yang biru dan bercampur limbah berwarna cokelat pekat.

    Sementara itu, Bupati Kepulauan Seribu Budi Utomo mengungkapkan, limbah minyak itu diperkirakan baru ada hari ini. Sebab, setelah pembersihan Pulau Karya beberapa waktu lalu, tak ditemukan limbah semacam itu.

    "Pasti akan kita bersihkan. Sore ini semoga selesai," tegas Budi.

  • PKL dan Parkir Liar Masih Mengepung Kota Tua
  • Di tengah gencarnya penggusuran Pasar Ikan untuk revitalisasi kawasan bersejarah dan wisata bahari, penataan di Kota Tua berjalan terseok-seok.

    Sejumlah masalah masih mendera Kota Tua, yaitu revitalisasi gedung tua, parkir liar, dan maraknya pedagang kaki lima.

    Sesuai aturan, pedagang kaki lima (PKL) dilarang masuk ke area plaza Museum Sejarah Jakarta.

    Area itu hanya diperbolehkan untuk pejalan kaki, seniman jalanan, dan orang yang menyewakan sepeda.

    Pada siang hari, plaza terlihat steril karena banyak petugas Satuan Polisi Pamong Praja yang berjaga. Namun, begitu beranjak malam, PKL mulai masuk ke dalam plaza.

    Mereka menjajakan berbagai macam dagangan, seperti aksesori perempuan, pernak-pernik ponsel, boneka, kacamata, tas, sepatu, dan jasa tato temporer.

    Saat malam, kawasan Kota Tua yang merupakan kawasan wisata sejarah berubah bak pasar malam. Keramaian bertambah pada akhir pekan.

    Sejak tahun 2015, Pemprov DKI mewacanakan relokasi PKL ke kawasan Jalan Cengkeh yang berada di utara Museum Sejarah Jakarta.

    Lokasi seluas 2 hektar itu diubah menjadi lahan parkir dan tempat khusus bagi PKL. Kini, baru area parkir yang ada di Jalan Cengkeh.

    Johan Fahrudin, Koordinator Parkir Jalan Cengkeh dari UPT Perparkiran, mengatakan, peminat parkir di kawasan tersebut masih sedikit.

    Sehari-hari, hanya bus pariwisata dan mobil dari pemilik ruko di sekitar Jalan Cengkeh yang parkir di lahan itu.

    Ia pun tidak bisa memaksa kendaraan harus parkir di Jalan Cengkeh karena lokasi parkir di sekitar Kali Besar dan lorong-lorong di sekitar Kota Tua masih resmi dan diatur dalam peraturan daerah.

    "Orang masih terbiasa parkir di dekat obyek wisata. Kami sudah pelan-pelan menyosialisasikan aturan itu, tetapi tidak bisa memaksa," tutur Johan, Senin (11/4).

    Di lokasi parkir itu pun belum terlihat fasilitas pendukung untuk relokasi PKL, seperti lapak, payung, dan meja-kursi. Hanya ada sedikit PKL yang menggelar dagangan.

    Mereka pun bukan pedagang yang dulu berjualan di Museum Sejarah Jakarta. Para PKL di Kota Tua pun masih betah bertahan di lorong Virgin dan Jalan Kali Besar Timur.

    Sebagian bahkan menggelar dagangan di pinggiran plaza Museum Sejarah Jakarta.

    Pengunjung Kota Tua juga lebih senang memarkir kendaraan di lorong-lorong yang berdekatan dengan Museum Sejarah Jakarta.

    Di lokasi ini, juru parkir resmi yang berseragam juga masih terlihat. Tak jarang juru parkir itu menaikkan tarif semaunya sendiri.

    Di karcis yang diserahkan kepada pengunjung tertera tarif parkir resmi Rp 2.000. Namun, juru parkir kerap menarik tarif Rp 4.000-Rp 5.000.

    Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, PKL tetap akan disterilkan dari kawasan Kota Tua Jakarta.

    Ia berharap nantinya para pengunjung bangunan cagar budaya itu bisa berjalan nyaman tanpa diganggu PKL.

    Ia pun meminta Dinas Koperasi, Usaha, Mikro, Kecil, dan Menengah untuk segera menata PKL dan merelokasi ke Jalan Cengkeh.

    "Pembiaran PKL di Jakarta Barat ini masih banyak. Padahal, apa yang susah, duit ada, kuasa ada. Yang penting niatnya saja," ujar Basuki saat membuka kegiatan Murenbang Kota Jakarta Barat, pekan lalu.

    Menurut Ahok, dinas koperasi dan UMKM harus bisa membalikkan pikiran PKL yang selama ini mendekati sumber kerumunan orang untuk mencari uang.

    Jika terus dibiarkan mengokupasi area Kota Tua, lama-lama pengunjung akan jengah dan enggan datang ke Kota Tua.

    Dinkop tidak boleh mematikan PKL, tetapi diharapkan menata mereka di tempat yang tepat. (DEA)